• Sinopsis
  • XII-1
  • Blog

Sinopsis

20 tahun telah berlalu, kenangan kelabu teringat bersama deru suara takbir idul fitri, bersama kokokan ayam, dan mentari pagi yang menyingsing di ufuk timur. Ayah yang telah pergi, teringat kembali dalam ingatan ibu dan gunarto yang lelah bekerja di pabrik tenun tiada henti. Ibu ingatkan gunarto akan semua ingatannya pada ayahnya , tapi gunarto marah , sedih , rindu akan ayahnya yang tinggalkannya demi perempuan kaya di luar sana.

Pulanglah mimtarsih dari dunia tidak beradab, menuju rumahnya di tanah yang tertinggal. Ia takut, ada seorang lelaki tua yang serasa ia kenal dan terus memandanginya, maka berceritalah ia pada ibu dan kakaknya tentang kegundahannya akan seorang kakek di luar sana. Pulanglah maimun dari sekolah, berebah singgah di kursi tengah rumah.

Tak lama anginpun bertiup mengetuk pintu rumah kecil yang belum terbuka bersama jendelanya, keluarlah maimun membuka pintu itu dan dilihatnya seorang kakek tua rentak yang masuk begitu saja ke rumahnya. Air laut akan kembali ke laut juga, ayah yang telah lama pergi kembali juga, ibu yang begitu rindu maimun yang belum pernah melihatnya, dan mimtarsih yang terpaku melihat sesosok itu, bahagaia bercampur gundah, ayah yang mereka rindukan, tapi juga yang tinggalkan mereka di dunia yang kejam penuh nista.

Tak begitu dengan gunarto, amarahnya memuncah tiada terarah, kebencian yang di pupuk kesakitan saat kelaparan sewaktu kecil bersama ibunya, di karenakan ayahnya yang telah tinggalkannya begitu saja. Makian demi makian memuncah terucap sumpah serapah dari bibirnya untuk ayahnya, yang ia anggap nista, senista babi di kandang iblis. Ayahnya tersentak, terhentak, tersakiti hingga pergi saat awan bergemuruh dan langit meledak-ledak. Maimun yang tak kuat melihat semua mengejar ayahnya, tapi apa harus di kata maimun hanya temukan sebuah tas milik ayahnya basah terguyur tangisan langit akan kepedihan terpisah selamanya.

Karya: Usmar Ismail